Kini, minum kopi seperti jadi tren khususnya kawula muda. Hampir dapat
dipastikan, setiap ada perkumpulan, baik.formal maupun informal pasti
terdapat kopi. Begitu pun, di kampus-kampus, mahasiswa yang 'sangat
aktif' minum kopi jumlahnya tidak sedikit, bahkan tambah banyak.
Terutama mahasiswa yang senang kumpul-kumpul atau nongkrong sambil
kongkow. Ternyata, ngopi bukan sekedar kebutuhan selera minuman, lebih
dari itu, ngopi jadi fenomena kekinian yang sudah sangat ekspansif
sampai ke ranah mahasiswa.
Dalam deskripsi sejarah Nusantara, kopi memiliki keistimewaan
tersendiri. Selain sebagai komoditas, kopi menjadi ciri khas masyarakat.
Seorang ulama Jawa, Syeikh Ihsan Jampes bahkan menulis kitab khusus
yang membahas kopi dan rokok. Kitabnya berjudul Irsyad al-Ikhwan fi
Syurbati al-Qahwati wa al-Dukhan (kitab yang membahas kopi dan rokok).
Karya ini lahir disebabkan kontroversi, yaitu pro-kontra yang terjadi di
masyarakat tentang hukum minum kopi dan merokok dalam pandangan Islam.
Jadi, kopi adalah produk yang punya nilai sejarah tinggi. Karena menjadi
wacana dialektika para ilmuwan(ulama).
Bagi mahasiswa, ngopi bareng teman atau lebih dikenal dengan sebutan
nongkrong jangan hanya sekedar minum kopi bareng. Banyak hal yang
semestinya menjadi refleksi, yang kemudian dijadikan bahan introspeksi.
Pertama, melekatnya identitas intelektual pada mahasiswa menjadi dasar
untuk berpikir kritis tentang banyak hal. Termasuk terhadap sesuatu yang
kita minum hampir setiap hari. Misalnya, kopi yang diminum apakah kopi
asli dari hasil petani Indonesia atau kopi impor.
Selain itu, meskipun kopi itu hasil petani Indonesia apakah
produsen/perusahaan yang memproduksi kopi itu perusahaan dalam negeri
atau asing. Dan masih banyak lagi hal-hal yang bisa dikaji dari kopi.
Nalar berpikir semacam itu, menurut penulis adalah model berpikir
elaboratif khas mahasiswa. Agenda kumpul-kumpul yang sudah menjadi
rutinitas mahasiswa sepertinya tak pernah "absen" dari yang namanya
kopi. Kesetiaan kopi menemani rutinitas tersebut, bukan semata karena
kopi hanya sebagai minuman. Justru, kita harus banyak belajar dari kopi
itu sendiri. Kopi bisa membebaskan mata dari rasa ngantuk, membantu
pikiran untuk fokus, menghangatkan tubuh, mengobati kepala pusing dan
lain-lain.
Deretan testimoni dari penikmat kopi tentang "fungsi dan manfaat" kopi
tersebut, dapat dijadikan analogi bahwa kita sebagai mahasiswa bisa
belajar dari kopi untuk bisa berfungsi dan bermanfaat. Kedua, yang tak
kalah penting ialah "substansi" dari obrolan dalam arena nongkrong
tersebut yang tentunya ditemani menu wajib, yaitu kopi. Jangan sampai
kopi meninabobokan suasana, sehingga kumpulan/nongkrong hanya jadi
kumpulan sia-sia hampa makna.
Sebagai kelas masyarakat yang lebih tinggi, karena mahasiswa identik
dengan kaum intelek yang sangat masyhur dengan sebutan agen perubahan
(agent of change). Kualitas dan isi dari "menu obrolan" tentu harus
berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya. Saat baru masuk kuliah, kita
diajarkan tentang konsep pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat (Tri Dharma Perguruan Tinggi). Spirit ini selaras dengan
jargon Baca, Diskusi dan Aksi yang sering diteriakkan para mahasiswa,
khususnya mahasiswa aktivis-organisatoris. Konsep dan jargon diatas jika
dijalankan secara konsisten dapat melanggengkan "julukan" mahasiswa
sebagai agen perubahan, agen sosial kontrol dan agen-agen yang lainnya.
Dan kopi, tetap dapat menjadi 'teman setia' dalam proses tersebut.
Dengan catatan essensi obrolan warung kopi ala mahasiswa tidak sekedar
kongres (kongkow ora beres-beres) apalagi bicara yang ngeres-ngeres.
Kopi, jangan sampai mengaburkan substansi wahana diskusi. Nongkrong
tidak harus merongrong tradisi membaca sebagai kawah chandradimuka untuk
membuka cakrawala. Mahasiswa aktif adalah cerminan generasi bangsa yang
progresif-transformatif. Jadi, sangat wajar dan seyogyanya memang
demikian. Para mahasiswa, sebagai generasi muda terdidik selalu
berpikir, berkata, dan bertindak tentang perubahan.
Perubahan dimulai dari "isi" obrolan, karena itu parameter kepribadian
baik secara personal maupun komunal. Mahasiswa tidak boleh kalah dengan
tukang ojek dan tukang becak. Mereka sering bicara tentang politik
sampai kebijakan publik, karena mereka "akrab" dengan koran dan berita.
Bagi mahasiswa, ngopi bukan sekedar ngopi.
Oleh : Adiyanto S.Wijaya
(Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia /PMII Kabupaten Bekasi)
0 Response to "Mahasiswa : Ngopi tak sekedar ngopi !! "
Posting Komentar