Sumber gambar : Google.com |
Menjelang detik-detik gema takbir dipelosok Negeri, terpancar raut wajah
bahagia dari setiap raut wajar masyarakat nusantara khususnya yang ikut merayakannya. Namun terbawa
dalam satu lamunan nan jauh ke Negeri sebrang sana di Negeri penyangga Masjidil
Haram yang turut pula menyambut gema
takbir dengan antusias yang bercampurdengan rasa tak nyaman yang cenderung
menggiring pada rasa takut karena kondisi tanah negerinya yang belum kondusif.
Dari setiap kolom-kolom media, terselip kabar berita gambaran nuansa
menyambut takbiran dan idul fitri dengan segala keterbatasan dan suasana yang
tak nyaman. Meski demikian tak mengurangi rasa bahagia dan haru karena hendak
menyambut hari yang Fitri. Para orang dewasa berhamburan keluar rumah menyerbu
Masjid-masji untuk itikaf menghabiskan masa akhir Ramadhan, para wanita sibuk didapur mengurusi berbagai macam olahan
makanan untuk hidangan idul fitri kelak
dan para anak-anak kian berlarian kesana-kemari di pelataran yang
disekelilingnya banyak tembok-tembok kokoh yang cacat karena terkena desingan
peluru dan mortir.
Mengulas berita dari TV one (04/07). Di Palestina hanya diberikan
kesempatan satu kali dalam satu bulan ramadhan oleh Pemerintah Israel untuk
melakukan solat jum’at akbar itupun dengan kuota yang sangat terbatas. Dan
masyarakat palestina tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu untuk
bersama-sama menuju Masjidil Aqsa untuk beribadah meski dibawah sengatan suhu
48 derajat celcius.
Sumber gambar : google.com |
Tak jauh berbeda dengan kondisi di Palestina. Suriah, Irak, Libya dan
Negara-negara lainnya yang sedang berkonflik mereka menyambut hari yang Fitri
dengan segala keterbatasan. Belum lagi cerita-cerita komunitas muslim yang
menjadi minoritas diberbagai negara yang mengalami nasib serupa yakni “keterbatsan”
. Namun tidak semua tidak menyurutkan semangat beribadah dan kebersamaan mereka guna
meyemarakan Ramdhan dan menyambut Idul Fitri.
Nuansa menjelang Idul Fitri seakan seperti obat bius yang sejenak mampu
menghilangkan rasa pilu dihati dari rasa kekhawatiran, keterbatasan dan
kesedihan yang tiap hari mengisi ruang-ruang batin setiap harinya.
Sudah sepatutnya kita yang berpijak di bumi Indonesia yang damai ini, memunajatkan
rasa syukur yang tak terhingga karena
masih diberikan ketentraman, kenyamanan dan kebebasan dalam menyambut moment
Takbiran dan Idul Fitri. Kesempatan ini janganlah hanya dilewati sebagai ritual
rutin tahunan belaka namun perlu juga merenungi dan mengkoreksi diri guna
memaknai “fitrah” sebagai muslim yang sesungguhnya. Hingga kita mampu meningkatkan
kualitas diri sebagai makhluk tuhan yang senantiasa bersyukur dan mampu bermanfaat untuk
sesama, bangsa dan agama.
Oleh : Muhamad Ali (Wakil Ketua III PC PMII Kabupaten Bekasi)
0 Response to "RENUNGAN MENJELANG HARI YANG FITRI"
Posting Komentar