HARI SANTRI

HARI SANTRI

Guru (Bukan) Buruh

blogger templates



Jum'at, 25 November 2016 | Admin
Oleh  : Fajar Chaidir Q.A.

"Ing Ngarso Sung Tulodho. Didepan memberi Teladan. Ing Madyo Mbangun Karso, Di Tengah memberi Kemauan/Niat. Tut Wuri Handayani, Dibelakang memberi Semangat".
(Suwardi Suryaningrat/Ki Hadjar Dewantara; Menteri Pengajaran Pertama RI; Sekarang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan)

Begitulah, Falsafah tentang Guru bagi Ki Hadjar Dewantara yang pemikirannya banyak menjadi rujukan para ahli Pendidikan masakini, baik di luar atau dalam Negeri, Pemikirannya tentang pendidikan adalah Teori Konvergensi (Baca: Teori Konvergensi Suwardi Suryaningrat).

Didalam Preambule UUD 1945 Termaktub kata: "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa", dan dalam Bab XIII UUD 1945 tentang Pendidikan dan Kebudayaan; Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi Kebutuhan penyelenggaraan Pendidikan Nasional.

Kurang Lebih itulah sekilas tentang guru dan dasar hukum pendidikan nasional.
Latar Belakang Guru dan cita-citanya
Pakaian yang selalu Rapi dan wangi agaknya menutupi Identitas Strata Sosial dan Ekonomi Para Guru.

Wajah yang tak boleh muram didepan murid menutup hati para guru yang mungkin sering kekurangan. Setelah itu, Guru melawan setiap kata-kata sumbang dalam hatinya dan menjadikan hanya satu kata yang ia simpan dan tanam, yakni keikhlasan.
Dalam buku Sosiologi Pendidikan Karya Prof. Dr. S. Nasution tentang latar belakang Guru, halaman 69 dituliskan: menurut para ahli pendidikan amerika serikat bahwa sebagian besar guru berasal dari golongan menengah-rendah, seperti petani, pengusaha kecil, buruh harian, dan hanya sebagian kecil saja yang orang tuanya dari kalangan profesional.
Jika dilihat di Indonesia saya rasa tak berbeda jauh hasil analisanya, yang paling banyak berasal dari kalangan Buruh.

Sejak didirikannya SD INPRES zaman Orba, Guru-guru di produksi oleh Pemerintah guna melancarkan program pembangunan pada waktu itu.

Dahulu, mudah sekali menjadi guru, tak harus S1 seperti sekarang, Ada sekolah pendidikan Guru setara SLTA, yang orientasinya mencetak guru-guru baru, tapi, ini telah lalu, sekarang sudah tak ada lagi SPG. Dulu guru diciptakan untuk meneruskan perjuangan pasca kemerdekaan.

Dahulu profesi guru punya strata sosial yang baik dimata masyarakat, sehingga banyak orang tua yang menginginkan anaknya menjadi Guru. Tapi, tahukah kita, bahwa guru bukanlah orang pintar? tapi punya tugas mencerdaskan kehidupan manusia?. Mahasiswa Kampus besar yang memproduksi guru, bukanlah berisi mahasiswa yang pintar, bahkan ada yang karena keputus-asaan sulit masuk jurusan teknik dan kedokteran atau karena tidak masuk Perguruan Tinggi bonafit, lalu mereka terpaksa dengan pilihan akhir masuk pada kampus yang berorientasi menciptakan Guru.

Fungsi, Peran Guru dan teori Guru sebagai Subjek Pendidikan Pendidikan memang tak pernah lepas dari pertanyaan  Siapa yang ada didalamnya. Apalagi bicara "Guru". Menurut para Ahli Pendidikan, bahwa guru adalah Subjek Pendidikan, dialah Pusara Ilmu yang mampu membuat Lembaga Pendidikan baik skala Daerah atau Nasional Menjadi berisi dan bermakna.

Walaupun Paulo Freire dalam buku Opressed Of Pedagogic tak setuju dengan Pandangan Bahwa Guru adalah Subjek satu-satunya dari kegiatan Belajar Mengajar. Menurutnya: Bahwa guru adalah Subjek dan Murid pun sama Subjek, dia berpegang pada prinsip Humanisme bahwa setiap manusia, mampu merubah atau mampu menyadarkan dirinya sendiri bukan Orang lain, sehingga Objek Pendidikan Menurut Paulo Freire adalah Realitas!.
Lalu sebagai apa Guru? Guru adalah Pemantik Kesadaran Kritis, Katanya.
Guru adalah makhluk yang tak boleh salah. Itulah konstruk tentang pemikiran masyarakat terhadap guru, sebab katanya jika guru berbuat salah, maka murid-murid akan mengikuti jejaknya, melakukan kesalahan.

Didepan Murid-murid dia harus berwibawa, mampu mengatur, mendidik, mengajar dan membuat murid cerdas. selain itu dia juga menjadi orang tua kedua dari para murid. Guru bukan Dewa, bukan buruh sebagai manusia, guru butuh uang/ materil untuk menghidupi diri sendiri, anak dan istrinya. Ditambah kebutuhan membeli rumah, menyekolahkan anak, membeli kendaraan untuk efesienai ongkos dan waktu jika berangkat ke sekolah, sehingga guru bukanlah dewa yang mampu menyihir segala kebutuhan jasmaniahnya, apalagi ditambah latar belakang yang memang menengah kebawah.

Ini menjadikannya bingung, kenapa? Karena disatu sisi ia dituntut untuk sempurna dan seprofesional mungkin dalam mengajar, disisi lain dia juga tak boleh mengharapkan materil yang banyak, karena mengajar dan mendidik adalah upaya untuk menolong kearah pencerdasan anak bangsa.

Tentunya ini menjadi dilema dan problematis. Tak jarang, pada akhirnya guru mencari akal untuk mencari uang lebihan baik dari bisnis diluar sekolah bahkan ada pula yang mengkomersialkan para murid dengan dalih foto copi, renang dan lain sebagainya. Ini salah siapa dan dosa siapa?.

Problematika para Guru Kini
Ada beberapa penyebab yang mematikan Profesi Guru :
  1. Gaji rendah, sehingga memaksa guru memiliki beban hutang dan memakai falsafah hidup dari kata gali lubang tutup lubang.
  2. Relasi, dari penyebab pertama timbul menjadi yang kedua yaitu Ketertinggalan informasi. Memang pada hari ini sudah ada media massa, namun kebenarannya masih dipertanyakan, apalagi untuk online perlu biaya pulsa, paket internet, habislah gajinya sebelum memberikan pada anak istrinya.
  3. Perubahan sosok Guru,
    saking frustasi atas kesejahteraan hidup yang tak kunjung datang, akhirnya guru terjerembab, yakni orientasi prinsip yang salah. Sebab itulah banyak para guru yang niatnya bukan lagi tulus mengajar.
Kritik untuk para guru atau yang akan menjadi Guru
  1. Guru bukanlah orang yang paling tahu. Dalam UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 proses pembelajaran mesti dialogis, bukan melulu ceramah sampai mulut penuh dengan air ludah.
  2. Guru bukan paling pintar. Kemajuan peradaban dan pergeseran kebudayaan serta cepatnya laju informasi, guru dituntut untuk selalu belajar seumur hidupnya, terus mengupgrade kemampuannya. Bukan malah memaksa murid untuk selalu belajar tapi ia sendiri tak pernah belajar. Ini namanya JARKONI (bisa ngajar ra bisa nglakoni)!
  3. Guru bukanlah  buruh. Dari Hasil obrolan saya dengan seorang dosen bicara tentang realitas guru masa kini, sekarang banyak guru yang hanya menjadikan profesinya sekedar mencari sampingan, atau cari uang. Guru bukanlah sosok buruh yang setelah kerja mendapat bayaran yang banyak, guru mesti punya idealisme dan menantang materialisme dalam profesinya. Kenapa demikian? Karena ketika niatnya hanya mencari uang, maka mengajarnya pun biasanya sembarangan saja, asal masuk, kasih tugas, beres! Loh mana Transfer Of Skill dan Transfer Of Value-nya kepada murid?
  4. Guru Tak boleh Emosional, dari pengalaman saya selama sekolah, ada guru-guru yang ditakuti, mereka ditakuti bukan karena wibawanya tapi karena kekasarannya pada murid. Sehingga untuk dekat saja murid takut, inilah banyak kemudian para murid bingung, kemana mereka harus menyandarkan diri, jika murid menjadi media untuk marah-marah para guru.

Apa yang harus diperjuangkan untuk guru?.

  1. pemerataan kesejahteraan/gaji, kesenjangan antara PNS dan Honorer terlalu timpang, sehingga para guru honorer sering gelisah. belum ada pemimpin/pemerintah yang fokus mengawal nasib pendidikan, yang anggarannya 20 persen dalam APBN dan APBD.
  2. Intensifkan Pelatihan Kompetensi Guru. Bukan hanya yang PNS tapi juga Honorer.
saya kira dua ini saja yang terpenting mesti dilakukan. Yang pertama kesejahteraan penting agar guru ketika mengajar di sekolah tak ada lagi yang melakukan tindakan amoral, jual foto kopi, renang dan sebagainya, jika hidupnya sudah sejahtera maka kemungkinan besar mereka akan fokus memikirkan dan mendidik anak murid.

Jika melihat kondisi saat ini, apa bisa guru seperti itu?, banyak guru yang ketika sedang mengajar sambil berfikir, besok istri dan anak saya makan apa? Bayaran sekolah anak saya bagaimana? Sehingga mengusik kejiwaan dan fokus para guru dalam optimalisasi profesinya yang sangat berat.

kualitaskan guru juga menjadi faktor yang fundamental atas proses pendidikan, salah satu sebab mengapa anak bangsa cerdas, ya ditinjau dari bagaimana guru itu berkompeten atau tidak. Minimal pemerintah mengawal, mengontrol dan menambah wawasan mereka tentang keguruan.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Ini adalah suara hati saya sendiri dari hasil empirik dan beberapa buku. saya fikir memang banyak kekurangan dalam tulisan ini, saya mohon maklum, karena keterbatasan Ilmu saya dan waktu menulis yang sudah Dini hari.
Selamat Hari PGRI, 25 November 2016, maju terus Guru-guru, pantang mundur dalam mendidik.

Salam Progresif.........!!!


Penulis adalah Mahasiswa Semester V, Prodi Pendidikan Agama Islam, Ketua PK PMII STAI Haji Agus Salim Cikarang. Pecinta musik, puisi dan kesusastraan.


 Referensi :
1. Sosiologi Pendidikan, karya Prof. DR S. Nasution
2. Darmaningtyas Pendidikan Yang Memiskinkan
3.  Pendidikan Kaum Tertindas (Opressed of Pedagogic) Karya Paulo Freire
4. UUD 1945 MPR..

0 Response to "Guru (Bukan) Buruh"

Posting Komentar