HARI SANTRI

HARI SANTRI

ETIKA EKONOMI KAUM SANTRI

blogger templates


 
Ilustrasi santri / foto : google.com




Pada mulanya ilmu ekonomi adalah pengetahuan tentang moral ekonomi, apa yang dirumuskan oleh bapak ilmu ekonomi Adam Smith dalam bukunya the Wealth of Nation adalah sebuah traktat tentang etika ekonomi. Demikian juga apa yang dirumuskan Karl Marx dalam beberapa tulisannya termasuk Das Kapital adalah sebagai risalah tentang ekonomi politik yang sebenarnya juga sebuah rumusan tentang etika ekonomi. Ini tidak berarti moral ekonomi itu mendahului perkembangan ekonomi, malah sebaliknya, moral atau teori ekonomi itu mengiringi atau menjelaskan tentang perkembangan ekonomi yang terjadi.

Realitas yang ada, mengapa orang saling bekerjasama mencari keuntungan bersama, tetapi disisi lain juga kenapa orang yang saling menghisap satu sama lain. Dari situlah moral ekonomi dan politik ekonomi dirumuskan, kemudian teori ekonomi itu dikembangkan.

Sektor perdagangan bagi kaum santri bukanlah sektor baru, melainkan memiliki sejarah panjang, sepanjang hadirnya Islam di Indonesia sendiri yang pada mulanya dibawa oleh pedagang baik dari Gujarat maupun dari Arab dan yang pertama kali memeluk Islam juga kalangan pedagang yang berada di pusat perdagangan di berbagai kota pelabuhan. Mobilitas pedagang itu memungkinkan Islam cepat menyebar. Hampir seluruh kota perdagangan penting dikuasai golongan santri. Apalagi setelah jatuhnya Majapahit dan lahirnya beberapa kerajaan Islam mulai dari Demak, Pajang, Mataram, Giri serta pusat dari beberapa perdagangan lain seperti Semarang, Lasem, Banjarmasin, Maluku. Hampir seluruh sektor perdagangan dikuasai oleh para saudagar Muslim. 

Baru setelah datangnya kolonialisme eropa baik Portugis, Spanyol, Belanda mapun Inggris, yang mengenalkan dan menerapkan sistem monopoli pada dunia, maka perdagangan muslim berangsur surut. Pada mulanya mereka hanya mengejar rempah-rempah, tetapi kekayaan Nusantara lebih dari itu, tetapi sektor lain mulai dari beras, minyak, gula juga mulai dieksploitasi oleh pedagang Eropa. Tersingkirnya perniagaan muslim ini bukan sekedar monopoli, tetapi juga desakan militer Eropa yang menjadi penopang sistem ekonomi mereka, yakni ekonomi bersenjata VOC, baik milik Belanda, Inggris dan Portugis melakukan hal yang sama.

Sistem monopoli yang diterapkan kolonial Eropa dijalankan melalui cara berantaiyakni menggunakan sistem rasial. Sektor ekspor impor didominasi ras Eropa, sementara perdagangan antar pulau diserahkan kepada mitra timur asing yaitu arab, cina dan india. Sementara kalangan pribumi yang jumlahnya mayoritas hanya boleh mengurus perdagangan antar kota, dan itupun hanya sektor-sektor kecil. Usaha besar tetap dimonopoli oleh Eropa dan timur asing rekanan mereka. Kalangan pribumi sengaja digencet agar mereka tidak bangkit, secara budaya dan politik. Sebab bila mereka bangkit akan berbahaya terhadap kemanan penjajahan. Karena itu mereka hanya memberikan jatah pada kelompok minoritas asing yang tidak mungkin memberontak, apalagi mereka diberikan beberapa fasilitas.


Ilustrasi transaksi ekonomi / foto : google.com

Dibawah tekanan kolonial itulah perekonomian kaum santri berkembang, walaupun tidak dalam skala besar, tetapi mampu menghidupi keluarga, pesantren dan organisasi atau paguyuban yang mereka selenggarakan. Tekanan dan pembatasan yang terus menerus itu membuat ekonomi kaum santri berjalan lambat, bahkan semakin tertinggal dengan kelompok nlain terutama yang bekerjasama dengan Belanda atau Timur Asing, itupun hanya sedikit jumlahnya.

Dilain pihak, berbagai tekanan itu membuat kaum santri tumbuh sebagai saudagar yang ulet. Dengan sikapnya yang nonkooperatif dengan penjajah Belanda, kalangan santri membekali dirinya dengan modal financial yang kuat untuk mendukung aktivitas sosial mereka, agar mereka menjadi organisasi yang mandiri. Kemandirian ekonomi semacam itu yang akan memperkuat posisi politik mereka.Demikian pula dalam konteks perkembangan ekonomi kaum santri, pada dasarnya sejak awal selain berprofesi sebagai petani, kebanyakan kaum santri adalah saudagar. Islam sendiri datang ke Nusantara dibawakan oleh para wali dan ulama yang tidak dibiayai oleh siapapun, sehingga mereka harus membiayai dakwahnya itu dari timur tengah dan asia selatan dengan biaya sendiri dari situlah mereka berdagang. Perdagangan mereka yang tidak hanya bertaraf subsistem, hanya untuk mencukupi kebutuhan dakwah, banyak diantara mereka yang menjadi saudagar-saudagar besar yang menguasai berbagai bidang perniagaan.

Dengan statusnya sebagai saudagar besar itulah mereka bisa mendapatkan pintu masuk ke istana, karena memang perdagangan yang mereka bawa tidak sedikit dari barang-barang mewah seperti keramik, permadani, intan, berlian dan minyak wangi sehingga hanya kalangan bangsawan yang mampu membeli. Dengan kenyataan itu berpendapat bahwa sektor perdagangan yang membuka akses dakwah islamiyah sehingga tidak mengorek dari masyarakat pinggiran tetapi bisa menusuk ke jantung istana. Terkadang banyak orang salah kaprah memahami status saudagar ini yang dianggap hanya sambilan. Bukan begitu, bahwa mereka mubaligh yang tangguh yang menyiarkan islam secara serius, semestara perdagangan sebagai amunisi dan sekaligus sebagai strategi untuk memperolh pintu masuk ke kalangan atas.


sumber 

0 Response to "ETIKA EKONOMI KAUM SANTRI"

Posting Komentar