HARI SANTRI

HARI SANTRI

CERITA DIBALIK KOPI DINGIN

blogger templates

Gambar : Google.com

Terik matahari Cikarang terasa lebih menyengat dari biasanya diwarung pojok depan ruang perpustakaan kampus UNHAS. Tercium lembut harum wewangian minyak yang selalu dipakai oleh para mahasiswa jurusan kependidikan. Mahasiswa-Mahasiswa berlalu lalang melewati satu warung gubuk yang akrab dibilang warung emak. Warung lusuh tersebut adalah tempat sajian makanan satu-satunya dikampus tersebut,karena tidak banyak yang disediakan tidak sedikit mahasiswa lebih memilih makan atau sekedar nongkrong ditempat-tempat lain diluar kampus.
***

Perkenalkan,namaku Aisyah. Mahasiswa semester akhir dari prodi pendidikan agama islam. Siang itu saya mampir diwarung emak untuk memesan segelas kopi dingin dan tidak lupa sepiring gorengan beserta saus sachet sebagai pelengkap.

"Mak pesen kopi dingin, sama gorengannya tiga."

"Aisyah baru kelihatan lagi, kemana saja? Kok tidak bimbingan?" Tanyannya sambil menyajikan kopi dingin pesananku.

"Ah, iya mak biasa anak muda, hehe. Hari ini dosennya izin telat mak katanya sih lagi ada seminar ". Jawabku dengan muka datar "Kamu Sudah semester akhir kok masih saja santai syah,? Lama lulus nanti.”ujarnya. 

"Santai ataupun tidak toh nanti juga akhirnya berjudul lulus mak". Jawabku biasa.
 “Ah, kamu ini bisa saja, kamu kan perempuan cepatlah lulus dan lalu cepat nikah". Lanjut emak.

"Duh, emak ini bisa saja" jawabku datar dengan senyum biasa sambil memikirkan kembali perkataan emak tadi. Hal seperti itu memang harus dipertimbangkan bukan? Umurku semakin bertambah juga. bisikku dalam hati.

Beberapa menit kemudian terlihat Rizki,mahasiswa semester awal dari prodi yang sama denganku datang lalu memesan segelas kopi dan sekotak rokok.

“Assalamualaikum kak Aisyah”. 

“Waalaikumussalam ki, silahkan duduk disini. Kamu kok ga masuk kelas, memang lagi tidak ada ada mata kuliah? Tanyaku
“Tidak ada ka, dosennya tidak masuk, sudah dihubungi tapi bilangnya lagi ada rapat. Ini kali ketiga pertemuan dia tidak masuk. Padahal pas awal perkuliahan beliau rajin tapi sekarang2 juga rajin sih, tapi rajin buat  ngasih tugas,tapi beliaunya jarang datang.” Ujarnya. 
“Hmm Memang mata kuliah apa Dosennya siapa? Mata kuliah Filsafat Pendidikan, pak Karman".

"Oh, ya ". jawabku datar.

Sedari dulu pak karman memang jarang masuk waktu saya semester awalpun begitu . Beliau hanya masuk awal perkuliahan lalu pertemuan selanjutnya hanya memberikan tugas yang harus dikumpulkan sebelum ujian pertengahan berlangsung  di kasih cara pembodohan lagi oleh dosen, dikasih tugas tapi belum pernah memberi materi pengantar gumamku dalam hati. 

"Pusing nih,padahal kita kuliah diswasta tapi sistemnya masih mentah banget" sambil menyalakan ujung rokok yang dipegangnya. 
"Nikmatin saja, nanti juga ketemu jalan dijalanan " Jawabku santai.
"Ya kali... Yaudah ka. Saya duluan mau nongkrong sama temen dikedai nasi bebek di utara kakak mau gabung?"
"Ah tidak, saya jam 9 tepat akan ada bimbingan". Jawabku. 
“Oh...yasudah. Assalamualaikum". Ucapnya sambil berlalu pergi sambil membawa ransel kecil dan merapihkan peci hitam yang selalu dipakainya kemana-mana.
"Anak itu jarang masuk kelas, sudah sering emak ingatkan, tetapi jarang didengarkan." Sambung Emak.
"Mahasiswa jaman sekarang kalau dikasih tugas langsung searching digoogle tinggal copy paste jarang cari bahan lain keperpustakaan misalnya, waktu kuliah kosong akhirnya diisi dengan nongkrong tidak jelas ditempat-tempat mahal  bersama temannya atau tidak berduaan di Kost-an bersama pacaranya dengan alasan refreshing otak, bagaimana mau bisa cerdas kalau begitu kelakuannya. hmm, tapi yang jelas anak itu rajin mak. Kalau bukan organisasi yang membuatnya sibuk paling juga urusan perempuan yang ada diisi kepalanya. Mahasiswa bujang tidak jauh dari situ. Hehe" jawabku bercanda.
 
"Makannya emak nyuruh anak emak supaya tidak ikut organisasi biar ngga ikut-ikutan main perempuan. Duh emak udah 13 tahun jualan disini mahasiswa yang organisasi dijadiin tempat buat cari jodoh. Iya kalau jadi, kalau engga malah jadi ribut. Akhirnya organisasinya jadi asal-asalan." Cerita Emak. 

"Elabujug dah, jadi kesitu-situ sih mak ? Lagi pula tidak semua anggota organisasi begitu mak, itu hanyalah dinamika Asmara yang kebetulan tumbuh disuatu ladang yang disebut oraganisasi. Tidak bisa disalahkan,urusan asmara memang sulit dihindarkan." Jawabku.

"Kamu orang organisasi kan? Setau emak aisyah lagi dekat dengan Jafran yang juga ketua organisasi Seni disini. Dia semester Akhir jurusan HES bukan?.tanya emak.  

"Eh,,? Mak ada-ada saja.gosip itu.” sambil memakan sedikit demi sedikit gorengan yang masih hangat.

”Saya heran kenapa mahasiswa-majasiswa baru lebih memilih membudayakan hal yang tidak bagus saja. Padahal banyak hal baik dari senior yang harus dipraktikan dan dibudayakan". lanjut si emak kantin.
"Kamu senior toh syah, mereka mengikuti jejakmu".
Senior yang mana ? Mereka mengambil budaya yang terlihat saja tidak mungkin melihat apa yang sebenarnya baik dari senior-seniornya yang kelak akan mereka jadikan budaya dan akan dicontohkan lagi pada adik -adik mahasiswanya nanti. Lagipula bagi saya Kuliah itu tempat saya mengasah kemampuan dan meluaskan pengetahuan yang saya dapatkan dari berbagai sumber. Sisanya hanya bonus. Mahasiswa sekarang kesulitannya apa? Terkadang saya miris dengan mahasiswa yang gemar membaca tapi tidak mengejawantahkan ilmu hasil dari bacaanya. Adapula mahasiswa yang terlalu sibuk dengan indeks prestasinya sampai dia lupa esensi dia belajar dan menyandang mahasiswa itu untuk apa,taunya lulus kerja saja.
"Kamu aktifis perempuan, cara pandangmu berbeda dengan yang lain. Tak sedikit yang membicarakanmu karena sering pulang malam karena rapat ini itu dan sering diantar pulang oleh lelaki".

Seperti diterobos oleh boots super kencang, yang mampu membuat meriang.pernyataan emak rupanya mampu membuatku kesal tak karuan tapi aku mecoba bersabar. Kopi didepanku semakin dingin.Sambil terus mengaduk kopi aku mencoba memberi penjelasan ke Emak tanpa menghilangkan etika.
"Sebenarnya saya jarang pulang malam mak, saya tahu batasan-batasan dan nilai-nilai yang ada dimasyarakat dan agama. Terkait aku pulang dengan teman lelaki iti karena mereka bertanggung jawab terhadap keselamatan sesama anggotanya, rumahku jauh dan diCikarang lagi marak begal. Aku bisa saja pulang sendiri,tapi apakah yang berbicara itu bisa menjamin keselamatanku? Lagi pula saya tidak mau mendengan nyinyiran orang lain yang tidak satu organisasi dengan saya, karena dia tidak tahu jadwal saya, kehidupan saya bukan cuma diorganisasi."Jawabku Cetus
***
Tidak lama datang seorang senior mantan Presma dan sekertaris presma dua tahu yang lalu , Bang Rengga namanya dan Bang Aslan. mereka duduk disampingku lalu terjadi percakapan hangat diantara mereka , topik obrolan yang sederhana hanya mengenai Film-Film yang ternyata produsernya diduga beraliran wahabi dan bla.bla.bla... Aku jelas tidak terlalu meperhatikan aku sibuk menghabiskan gorengan pesananku.
Tidak lama datang lima orang dengan memakai almamater "Lembaga " mereka dan duduk dimeja paling pojok. "Lembaga kemahasiswaan hari ini hanya menjadi sapu tangan birokrasi kampus " Iya mereka kecanduan jabatan dan eksistensi diri mereka dikalangan perempuan dan orang-orang lembaga." sambil mengambil batang rokok dari bungkusnya dan memercikan api diujung jemari. "Akhirya kampus memberi kebijakan semena-mena. 

Benar ataupun salahnya mahasiswa tugasnya hanya mengikuti saja. Halaah kalau begitu untuk apa ada lembaga kemahasiswaan?kerjanya hanya membuat acara-acara besar dengan mendatangkan artis atau pejabat terkenal tidak untuk meningkatkan iklim intelektualitas mahasiswa-mahasiswa yang menjadi tanggungannya mereka sebagai lembaga kemahasiswaan bisa di Analogikan seperti  sebuah wadah yang sudah bolong." tutur mereka.

 Obrolan mereka tentang lembaga kemahasiswaan semakin lama semakin panas. Sampai akhirnya terdengar oleh telinga mantan ketua presma yang tadinya sudah sejak awal duduk diwarung tersebut. Pada akhirnya terjadi debat antara mereka.
Aku memutuskan pindah meja dan memilih meja paling pojok dekat estalase sambil membawa kopi dingin dan sepiring gorengan yang sudah hampir habis. Tidak lama setelah aku duduk tiba-tiba datang teman satu semester denganku hanya saja kami berbeda jurusan. Namanya Andri, mahasiswa tingkat akhir jurusan HES. Dia mahasiswa yang cukup cerdas lagi populer dikampus. Ditambah ia seorang pengusaha muda yang sukses jelas siapa wanita yang tak mau dengan dia. 

"Mahasiswa sekarang sibuk amat ngusik lembaga orang yak? Tanyanya. 

"Eh, Maksudnya?.tanyaku. 

"Coba lihat saja, mantan ketua presma disana sibuk menjelaskan kronologi satu tahun masa jabatannya dengan harapan bisa menjawab nalar kritis anggota lembaga lain.

"Ah,itu sih biasa, pan begitu coy organisasi mah". Jawabku.

"Tidak baik dijadikan kebiasaan, sejarusnya antar lembaga itu bisa sinergis. Lembaga krmasiswaan seharusnya sudah tahan banting dengan kritikan semacam itu,dan lembaga internal maupun eksternal juga, jika memang ada keluhan yang dibicarakan ditempat yang pantas saja sih. Mahasiswa seharusnya bisa membedakan mana obrolan tingkat warung  mana obrolan tingkat gedung " . Jelasnya
Aku hanya menggerengitkan dahi dan mulai meminum kopi dinginku yang sudah kehilangan rasa manisnya. Andri mulai memesan telur mata sapi dan Es teh sambil menunggu pesanannya datang dia bertanya lagi dengan nada yang menurutku menyebalkan. 

"syah, lu ngopi? Oh iya gue lupa sih lo kan aktivis.” Ujar Andri. 

Seakan mengerti arah pembicaraan,sambil membereskan kerudung panjangku aku menjawab" Memang apa hubungannya kopi sama aktivis? Kopi ya kopi aktivis ya aktivis. “ bicaraku agak marah. 

“Tidak. Hanya saja sekarang ini kopi menjadi identitas baru bagi para aktivis, terutama aktivis kampus. Ngopi bagi mereka adalah sebuah rutinitas yang setiap harinya wajib dilakukan. Kopi dijadikan sebagai sumber inspirasi aktivis sekarang, padahal inspirasi tidak didapatkan dari satu tegukan kopi saja tapi bisa dengan cara lain. Ngopi kini hanya jadi aksi gagah-gagahan supaya identitas keaktivisannya muncul. Kalau cuma untuk gagah-gagahan dan biar disebut aktivis, gue sih ogah ngopi " .
 “Hmm. Terus dengan gue minum kopi dingin ini gue seakan meminta dikatakan aktivis gitu? Gue merasa gagah  dengan seruputan kopi?  Tidak semua orang minum kopi karena alasan itu coy, tidak boleh digeneralisir ” Jawabku keras. 

“Iya benar. Gue hanya menjelaskan gejala yang gue  lihat saja habis lagi euforia kopi sih " 

"Lagi pula yang harus kita sadari hari ini pengakuan kita menjadi seorang aktivis itu terjadi dari seberapa banyak kita berbuat banyak manfaat bagi orang lain,bukan sebanyak apa kita minum kopi." jelasku sambil mencoba meneguk kembali kopi ku yang Es nya sudah semakin mencair dan bercampur dengan kopinya.
Tidaklama datang dua orang memesan mie dan mulai ngobrol tentang aksi turunkan bupati. Karena diduga melakukan korupsi. Aku jadi ingat masa-masa dahulu diawal semester pernah beranggapan bahwa mahasiswa yang turun kejalan adalah orang-orang yang tidak jelas maunya apa. Sampai akhirnya diawal semseter tiga saat nalar kritis sedang menggebu-gebu ditambah pengertian tentang tanggung jawab sosial membuatku akhirnya menjilat ludah sendiri. 

Aku ingat saat aku mulai mengangkat-angkat toa dan menyeru-nyerukan kata "Hidup Mahasiswa". Aku seorang perempuan ikut berdemonstrasi panas-panasan dijalan dikala perempuan lain sedang perawatan disalon-salon mahal. Semakin kesini aku sadar bahwa untuk melawan kesewenangan bukanlah demonstrasi sebagai jalan satu-satunya lagipula dengan niat baik mahasiswa yang tulus saat berdemontrasi toh nyatanya masih saja ada orang yang sengaja memancing di air yang keruh.
Pada akhirnya aku lebih memilih melakukan perlawanan lewat tulisan. aku lebih suka menggerakkan jemariku dituts keyboard menuliskan femomena sosial yang terjadi, dan menyebarkannya melalui media sosial ataupun keberbagai surat kabar.

Meskipun sulit dan terkadang tulisanku yang dimuat disurat kabar diedit habis-habisan karena menurut mereka tulisanku terlalu kasar tapi aku tidak berhenti sampai disitu. Perubahan tidak akan terjadi saat kita diam saja. Menulis,menulis,dan menulis caraku yang paling amatir untuk melaksanakan peranku sebagai mahasiswa yang punya tanggung jawab sosial sebagai agen perubahan.
 
Satu tegukan terakhir dari kopi dinginku yang membawa cerita,jam di dinding telah menjunjukkan pukul  9 tepat aku harus bergegas menemui dosen pembimbing untuk melaksanakan bimbingan untuk skripsi.


Oleh  : Dini Mahandis  (Ketua KOPRI PK PMII STAI Haji Agus Salim Cikarang)

1 Response to "CERITA DIBALIK KOPI DINGIN"