Sumber gambar : gaulfresh.com |
Salam sejahtera sahabat/i, semoga kalian tetap eksis dalam menjalankan
aktivitas keseharian. Aamiin.
Saya disini akan mengajak sahabat/i untuk merundukan kepala sejenak sambil
meng-eja artikel yang masih jauh dari kesempurnaan.
"Aku tidak akan berhenti menulis, sampai tangan ku ini tidak bisa menulis". Begitulah kira-kira statement dari sang "Pendekar Pena" ketua umum PB
PMII pertama, sahabat Mahbub Djunaidi (1960-1967). Beliau begitu gemar
sekali menulis, bagiku sangat inspiratif sekali, dan patut menjadi
suri tauladan bagi kader-kader PMII.
Selain itu konsekuensi logis akibat sering menulis akan dapat mengikat
ilmu yang telah kita in-clude kedalam memori pemikiran kita, dan
mustahil aqli akan lepas, karena ilmu yang kita cari itu bagaikan
hewan buruan, agar tidak lepas marilah kita ikat dengan menulis,
menulis, dan menulis. (Imam Asy-syafi'i)
Memang tidak begitu mudah untuk meng-aplikasikannya, sebelum menulis,
pasti dong kita harus mempunyai modal (kaya akan ilmu pengetahuan),
dan untuk mendapatkannya pasti juga dong kita harus rajin membaca,
baik itu berupa buku, artikel, dan berbagai sumber ilmu dan
pengetahuan.
Pekerjaan santai ini memang cukup sulit sekali, karena otak kita ini
seolah sudah terbius oleh alat canggih yang kita kenal sekarang ini dengan
sebutan Telepon genggam (handphone) yang justru dengan adanya telepon
genggam atau handphone kita dapat memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin untuk menambah wawasan intelektual. Tapi sangat disayangkan, pada kenyataannya
belum termaksimalkannya fungsi Handphone/ gadget sebagai sarana keilmuan dan menambah wawasan.
Pada sat ini pada era digitalisasi, dunia seolah sudah berada di
genggaman tangan. Kenapa tidak, jika kita ingin tahu tinggal ketik di
google "kenapa Negara Inggris keluar dari Uni Eropa?" pasti langsung
terjawab, tidak perlu lagi kita ke inggris bukan ?
Ini hanya disorientasi, yang seharusnya telepon genggam menjadi sarana
informasi, ini malah menjadi alat perusak waktu, yang hanya membunuh
waktu kita dengan aktivitas yang kurang produktif dan progresif.
Jadi esensi dari pembahasan di atas kita harus memaksimalkan waktu
kita untuk aktivitas yang produktif dan progresif, dengan rajin
membaca, seperti Eka Citra Diri PMII yaitu "Ulul Albab" artinya haus
akan ilmu pengetahuan, dalam Kitab Ta'lim Muta'lim disebutkan "Orang berilmu
matinya saja Ia hidup, sedangkan orang yang tidak berilmu hidupnyapun
Ia seakan akan mati".
Nah sekarang mulai masuk kedalam pembahasan inti, Terkadang kita
bertanya-tanya bagaimana cara membaca buku itu sebagai hobby kita ?
Memang kita tidak bisa serta merta langsung rajin baca buku secara
continue. Harus juga ada stimulus dari orang banyak, agar kita
termotivasi untuk rajin membaca buku.
Yang harus di garis besarkan itu adalah "Stimulus dari orang banyak"
pertanyaannya bagaimana kita mendapatkannya ?
Kita tidak usah capek-capek mencari teman satu per-satu, tetapi cukup hanya
masuk kedalam suatu perkumpulan orang yang terdiri dari 2 atau lebih
untuk mencapai tujuan bersama (Organisasi).
Ketika kita sudah legal menjadi anggota di dalam organisasi disitu
kita akan dapat banyak stimulus/ dorongan dari pengurus untuk terus
mambaca buku yang kemudian diskusikan lalu ditulis agar tidak terlepas.
Sangatlah beda mahasiswa yang hanya kuliah pulang kuliah pulang
(kupu-kupu) dengan mahasiswa yang aktif di organisasi
(Organisatoris) dalam hal kompetensi, dan untuk apa kita kuliah di Perguruan Tinggi yang di
dalamnya banyak organ-organ internal kampus maupun eksternal kampus
tetapi kita tidak memanfaatkannya ?
Justru menurut saya, ber-organisasi itu sangat penting, karena apa
yang kita pelajari di organisasi, tidak akan di pelajari di dalam mata
kuliah. Lagi pula ber-organisasipun bentuk manifestasi dari point 3 Tri Dharma
Perguruan Tinggi yaitu "pengabdian terhadap masyarakat". Jikalau
sudah berorganisasi sudah pasti rasa empati kita akan terasah oleh lingkungan terhadap masyarakat sekitar kita yang lambat laun secara sadar atau tidk itu adalah rangsangan dalam menuangkan
Saya sadar tulisan ini masih banyak sekali kekurangan, dimohon kritik
dan sarannya dari sahabat/i, agar kedepannya dapat lebih baik lagi.
Salam Pergerakan......!!!
Oleh : M. Harun Al-Rasyid (PMII STAI HAS Cikarang)
0 Response to "URGENSI ORGANISASI SEBAGAI KATALISATOR KAPASITAS DIRI"
Posting Komentar