Ilustrasi | cangkirkopi87.com |
Sabtu, 27 Agustus 2016 | Admin
Oleh:
Filda Rosfila
Refleksi 66 tahun lahirnya Kabupaten Bekasi membawa semangat juang para pelajar di daerah sekitar. Seperti halnya saya ingin menghentakkan kembali masalah yang rasanya sudah sering diperdebatkan oleh sebagian pengamat mengenai pendidikan, ya jelas hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun Bekasi saya menulis tentang pelajar dan Biaya.
Sudah barang tentu kita semua ketahui program pemerintah tentang pendidikan yang mengharuskan wajib belajara 12 tahun. Namun, dalam realitasnya pendidikan gratis nyatanya hanya kamuflase, standar biaya dari mulai biaya daftar sampai membeli seragam nampaknya masih perlu diperhatikan mengingat pendidikan sangat penting bagi semua orang, bukan hanya dari kaum menengah keatas, kaum yang paling termarjinalkan harus dapat pendidikan yang layak pula
Pendidikan gratis hanya untuk biaya sekolah, bukan untuk program-program yang ditawarkan oleh sekolah dengan banyaknya pungutan liar, program sekolah yang membutuhkan banyak biaya seperti biaya seragam khas "batik" , biaya studi tour atau kegiatan lainnya yang menyebabkan pendidikan masih dianggap kurang penting bagi masyarakat miskin karena meskipun gratis tetap saja diperjalanan mereka harus banyak membayar ini itu yang dewasa ini, di era globalisasi menjadi pembias realita.
Kemiskinan di Kabupaten Bekasi menuliskan kisah sedih bagi para pelajar yang masih ingin meneruskan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Bukan hal yang lumrah di berbagai daerah, terlebih Kabupaten bekasi, banyak pelajar disamping itu, ia juga rela bekerja demi membiayai sekolahnya agar dapat berlanjut. Banyak anak yang masih semangat harus pontang panting mngais pundi-pundi rupiah dengan tenaga agar dapat tetap bersekolah. Sekolah dengan budaya hedon dan gaya pelajarnya yang selangit, menjadikan pelajar miskin termarjinalkan yang membuat mereka menjadi banyak beban pemikiran.
Biaya yang idealnya adalah menjadi tanggungan orang tua, harus mereka pikul secara mandiri sebagai anak bangsa. Namun apalah daya, orang tua mereka seperti pasrah dengan keadaan yang tidak bekerja atau kasus lain semisal anak tersebut menjadi broken home yang akhirnya ia hanya diasuh oleh neneknya yang renta dan tidak dapat bekerja lagi. Dan akhirnya mereka menjadi tidak fokus dalam mengenyam pendidikan yang merupakan hak mereka tersebut.
Dari sini saya harap di Kabupaten Bekasi, ini dapat menjadi sentilan bagu kita sebagai mahasiswanya, masyarakatnya ataupun pemerintahannya, agar perlu diperhatikan pelajar yang mempunyai masalah ekonomi seperti ini. Menjadi guru atau lembaga sekolah jangan hanya mengurusi berapa banyak uang yang diterima namun perlu pula memperhatikan dan mengurus para anak didiknya secara ekonomi, keluarga, potensi dan lain sebagainya.
Cobalah memikirkan nasib pelajarmu yang seperti ini, jika kita tidak bisa membantunya setidaknya jangan membuat pendidikan menjadi semakin mahal dengan aktifitas sekolah yang memerlukan biaya yang banyak, sekolah untuk mencari ilmu, ilmu masih bisa didapatkan dari mana saja. Dahulu tidak ada studi tour, renang, biaya seragam, buku, dan lain sebagainya, namun mereka masih bisa berprestasi dan sukses. Kenapa sekarang harus?, think again !!.
Penulis adalah Mahasiswi semester III Prodi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) dan tercatat aktif di PK PMII STAI Haji Agus Salim Cikarang. Tulisan sebelumnya dimuat pada laman pmii.staihascikarang.blogspot.co.id (16/08).
0 Response to "PELAJAR DAN BIAYA"
Posting Komentar