HARI SANTRI

HARI SANTRI

Perempuan : Tidak hanya di Sumur, Dapur dan Kasur

blogger templates


Sabtu, 06 AGustus 2016 
Oleh  :  Qonitatulliah N.F.



Di era globalisasi ini, peran serta perempuan semakin meningkat dan diakui di ranah publik. Munculnya tokoh-tokoh perempuan di ranah publik menjadi salah satu bukti nyata adanya peningkatan sekaligus perubahan cara pandang masyarakat, khususnya perempuan. Dalam kancah politik, adanya peraturan kuota 30% keterwakilan perempuan pada momentum Pemilu Legislatif (Pileg) lalu, harus diapresiasi sebagai arus positif bagi eksistensi kaum hawa. Sejatinya, bukan eksistensi semata. Ada nilai-nilai idealisme perempuan, dan termasuk laki-laki yang mesti diperjuangkan sebagai bentuk partisipasi nyata perempuan dalam pembangunan.

Di tengok dari sejarah, kebangkitan dan semangat perjuangan yang ditorehkan oleh perempuan banyak terjadi. Semisal, tokoh R.A Kartini yang menjadi cerminan kebangkitan gerakan perempuan dari kungkungan pemikiran konservatif. Tak hanya itu, kegigihan Kartini banyak menelorkan pemikiran dan gerakan nyata yang mampu mempengaruhi pola pikir (mindset) masyarakat pada saat itu. Bahkan, bisa dikatakan Kartini telah menjadi “Srikandi” perempuan Indonesia di masa lalu, kini dan akan datang.

Torehan sejarah gemilang yang dilakukan Kartini dapat dijadikan contoh, bahwa perempuan tidak hanya berkutat pada 3-UR (kas-UR, Sum-UR dan Dap-UR). Jika emansipasi dikonstruksikan sebagai konsep penyetaraan hak dan kedudukan antara pria dan wanita untuk berperan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, maka sesungguhnya hal seperti itu sudah terjadi dan melembaga jauh sebelum era Kartini.

Kita tentu masih ingat kalau Majapahit sebagai kerajaan yang pernah menguasai hampir seluruh kawasan Asia Tenggara hingga ke Formosa dibagian utara dan Madagaskar di barat, ternyata dalam silsilah kerajaan Majapahit pernah diperintah 2 dua perempuan masing-masing “Tribhuwana tunggadewi (1328-1350) M”. dan Kusuma Wardhani (1389-1429) M.

Catatan sejarah yang lebih tua dari Majapahit dikenal pula sosok perempuan sebagai panutan yang sangat dihormati yaitu Fatimah Binti Maimun. Nama tokoh ini ditemukan dalam prasasti makam yang terletak di Leran (dekat Gresik) dalam prasasti tersebut selain nama, juga keterangan wafat yaitu tahun 1028 M.

Bukan hanya itu dalam catatan sejarah yang lebih tua lagi dari semua yang dikemukakan di atas, dikenal juga wanita kesohor dari kerajaan Kalingga (Holing/Keling), masa keemasan kerajaan ini justru berpuncak ketika “Ratu Sima” berkuasa yang diperkirakan berlangsung pada abad VII M. Dalam masa itu menurut sejarah, rakyat sungguh-sungguh sangat merasakan nuansa kemakmuran dan keadilan.

Deskripsi historis tersebut menggambarkan peran besar kaum perempuan dalam menciptakan peradaban sebuah bangsa. Sekaligus membuktikan bahwa ketokohan wanita untuk tampil mengambil peran sentral dalam masyarakat, ternyata selalu hadir disetiap zaman.

Dengan adanya peran perempuan yang cukup signifikan dalam mengisi dan menggerakan arus positif berdampak besar bagi perubahan kehidupan. Artinya, kualitas dan peran perempuan sangat mempengaruhi kemajuan sebuah zaman. Kaum perempuan harus memiliki semangat juang (fighting spirit) dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Agar dapat dapat berdaya saing di panggung modernisasi. Bukan sebaliknya, menjadi kaum yang termarginal dan hidup dalam hegemoni kaum laki-laki.



Penulis adalah Mahasiswa pascasarjana Universitas Jayabaya, Jakarta. Tercatat pernah menjabat Bendahara Umum di PC PMII Kabupaten Bekasi (2014-2015)

0 Response to "Perempuan : Tidak hanya di Sumur, Dapur dan Kasur "

Posting Komentar