Untuk
memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis
kelamin merupakan pensifatan dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Artinya secara biologis
alat-alat yang melekat pada laki-laki atau perempuan tidak bisa dipertukarkan.
Sedangkan konsep gender adalah sifat-sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Mansour
Fakih, 2006 : 8). Seperti pada daftar berikut:
Laki-laki
|
perempuan
|
|
Ketentuan
Tuhan / Kodrat / ketentuan Biologis
|
Memiliki
penis, memiliki jakala (kala menjing),
memproduksi sperma.
|
Memiliki
rahim, vagina, alat untuk menyusui dan memproduksi sel telur.
|
Konstruksi
sosiokultural / adikodrati
|
laki-laki
dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa.
|
perempuan
dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan
|
Ciri-ciri
sifat yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural diatas merupakan
sifat-sifat yang dapat diperdekatkan. Artinya ada laki-laki yang emosional atau
lemah lembut sementara ada juga perempuan yang rasional ataupun kuat. Ciri
sifat-sifat tersebut bisa berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat satu ke
tempat yang lain.
Sejarah
perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang
sangat panjang. Bermula ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara
berburu dan meramu (hunting
and gathering). Pada zaman prasejarah tersebut peran laki-laki
terspesialisasi dalam hal pemburuan dan pemenuhan kebutuhan, sedangkan
perempuan bertanggungjawab sebagai peramu makanan dan merawat anak. Pola semacam ini dibentuk, diperkuat dan
dikonstruksi secara sosial atau kultural melalui ajaran agama maupun Negara.
Melalui proses yang panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap dan
dipahami sebagai ketentuan Tuhan/kodrat.
Perbedaan
Gender dengan pemilihan sifat, peran dan posisi sebenarnya tidak akan menjadi
masalah selama tidak terjadi tatanan sosial yang bias gender dan peminggiran
hak-hak baik bagi kaum laki-laki atau perempuan. Namun realitanya perbedaan
gender telah memunculkan diskriminasi-diskriminasi yang menciptakan
ketidaksetaraan gender (gender inequality) dalam sistem ekonomi,
sosial dan politik.
Ketidakadilan
gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk ketidakadilan antara lain
diskriminasi[1],
subordinasi[2], marginalisasi[3],
kekerasan[4]
(violence) gender, stereotip[5],
beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (Double
Burden).
Memahami gender sebagai ”perbedaan”
tidak lagi hanya terkait dengan hubungan personal tapi juga struktur sosial
karena perbedaan gender telah melegitimasi ketidaksetaraan sosial yang lebih
menghargai laki-laki daripada perempuan. Penyebab mengapa karakter maskulin mendapat
nilai atau status yang lebih tinggi daripada karakter feminim tidak hanya
terkait dengan fakta perbedaan biologis tapi juga karena eksistensi struktur
sosial berupa kontrol laki-laki terhadap perempuan.
Wacana
Gender dalam perspektif agama Islam
Dalam pandangan para penganutnya,
Islam adalah agama yang rahmatan
li-al’alamin. Memperjuangkan dan menjamin kemaslahatan segenap umat,
termasuk di dalamnya menghendaki adanya penghormatan dan persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan (tasamuh). Dalam
Islam, perempuan dianggap istimewa dan dalam beberapa kesempatan Rasulullah
mengatakan bahwa wanita adalah tiang Negara (imad al-bilad). Tidak ada yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan. Hanya iman dan taqwa lah yang
membedakan (al-Hujurat: 13). Semua manusia tanpa dibedakan jenis kelaminnya
mempunyai potensi yang sama untuk menjadi ‘abid
dan khalifah (QS. Al-Nisa’, 4:124 dan S. al-Nahl, 16:97) (Siti Musdah
Mulia, 2006: 60)
Namun, tidak dapat dipungkiri
munculnya gerakan gender yang mempengaruhi pandangan agama dewasa ini memaksa,
setidaknya kaum agamawan untuk mengkaji ulang tafsiran terhadap posisi kaum
perempuan yang sudah mapan. Agama dianggap sebagai salah satu penyebab atas
terjadinya pelanggengan ketidakadilan gender. Hal ini semakin diperkuat dengan
ayat yang menjelaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan (QS. Al-Nisa’, 4: 34).
Pemahaman
keagamaan yang bias gender ini tidak mustahil terjadi karena interpretasi
terhadap ajaran agama sangat dipengaruhi oleh pemahaman, penafsiran, dan pemikiran
penafsirnya (mufassir) yang erat
kaitannya dengan sosiokultural yang melingkupi Mufassir tersebut. Seluruhnya itu saling terkait satu sama lain.
Oleh
karena itu, diperlukan kajian kritis yang memadukan analisis sosial serta
gerakan untuk membahas isu gender. Usaha ini dimaksudkan agar perempuan mampu
membuat dan menggunakan pengetahuan mereka sendiri dalam berbagai aspek
kehidupan secara luas dan menyeluruh.
Spirit
gender ala PMII
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kaitannya dengan kesetaraan dan keadilan
peran, fungsi, tugas dan tanggungjawab yang termuat dalam spirit gender
berpandangan, bahwa kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki
maupun perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia
dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, dll. kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-laki
ataupun perempuan.
Perempuan
yang secara kuantitas lebih besar dibandingkan laki-laki seharusnya mampu menyentuh
berbagai dimensi hidup dan kehidupan bermasyarakat. Namun pada kenyataannya, dalam
praktek kehidupan sosial lebih didominasi oleh kelompok laki-laki daripada
perempuan. Ironisnya, tuntutan persamaan, kebebasan, dan pemberdayaan hak-hak
perempuan yang terus diletupkan seiring dengan semangat pemberontakan terhadap
dominasi dan kekuasaan kaum laki-laki belum mampu dimanfaatkan secara maksimal.
Ini terbukti dengan banyaknya ruang-ruang strategis yang kosong dari
partisipasi dan gagasan-gagasan pemikiran kaum perempuan.
Meskipun
pendeskriminasian terhadap perempuan masih ada, namun hal tersebut dapat
diminimalisir dengan meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM perempuan. Berbekal
wacana gender kontemporer sebagai pisau analisa dalam memahami realitas sosial
masyarakat, diharapkan perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata dan mampu
menjadi mitra kerja bagi laki-laki.
Perspektif
gender penting digunakan untuk membantu mengawal segala kebijakan yang menjadi
keputusan pemerintah yang telah menyebabkan terciptanya posisi subordinat bagi
perempuan maupun laki-laki, serta mampu mengambil sikap terhadap
kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai ataupun tidak memihak kepada mereka. Selain
dari sisi sebagai suatu studi, perspektif gender juga penting dalam memahami
praktek-praktek ekonomi, politik dan keamanan yang mempengaruhi relasi gender
antara perempuan dan laki-laki.
Dengan
meningkatnya SDM dan potensi kaum perempuan dalam berbagai bidang tentu akan
menghidupkan kembali bara semangat untuk mengisi ruang-ruang yang telah
diperuntukkan bagi mereka serta mampu mengembangkan tingkat partisipasi sebagai
mitra kerja aktif laki-laki dalam mengatasi masalah-masalah dibidang ekonomi,
sosial, kultural, termasuk dari sudut politik kekuasaan Negara.
Salam
pergerakan ..!!!
[1] Pembedaan
yang menempatkan laki-laki atau perempuan sebagai korban
[2]
Keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dibanding jenis
kelamin yang lainnya.
[3]
Peminggiran/pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis
kelamin.
[4]
Serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
[5]
Citra baku tentang individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan kenyataan
empiris (pelabelan negative)
0 Response to "PARADIGMA GENDER PERSPEKTIF PMII "
Posting Komentar