Kamis,
18 Agustus 2016 | Admin
Oleh
: Dede Lutfi
Sunan
Maulana Malik ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Muria,
Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati adalah nama-nama
yang terkenal dengan sebutan Wali Songo. Mereka adalah penyebar agama Islam di Nusantara khususnya
di Pulau Jawa.
Proses Islamisasi yang
dilakukan wali songo melalui berbagai aspek kehidupan. Salah satunya lewat bidang
ekonomi atau perdagangan. Konsep dakwah yang dibangun wali sembilan tersebut
merupakan strategi, agar Islam mudah diterima sekaligus untuk menghindari
pergolakan dan kekerasan.
Kegiatan
muamalah (baca: perekonomian) merupakan kegiatan yang rutin dilakukan. Karena
sebagian masyarakat ketika pada waktu
itu berdagang dan bercocok tanam. Para wali itu menyebarkan ajaran Islam
melalui transaksi perdagangan di pasar atau tempat strategis lainnya, seperti
pelabuhan.
Berkat Kearifan dan kecerdasan mereka, sehingga tidak memerlukan
waktu yang relatif lama dalam mengekspansi ajaran Islam. para
wali dalam membangun komunikasi dengan masyarakat Jawa, Sunda dan Madura, yang
majemuk serta hampir seratus persen beragama Hindu dan Budha, bisa mengubah
keyakinan mereka, kemudian berbondong-bondong untuk memeluk agama Islam, sungguh
benar-benar sangat mengesankan. Tentu sangat tidak mudah mengubah keyakinan
jutaan orang Jawa, Sunda dan Madura yang sudah mengakar selama ribuan
tahun, dalam waktu singkat menjadi pemeluk Islam.
Di
bidang ekonomi dan perdagangan, para wali tidak hanya sebagai juru dakwah
yang menyebarkan agama Islam, tapi juga dikenal dalam sejarah sebagai
pedagang-pedagang yang tangguh, ulet, jujur dan murah hati dengan
jangkauan antar pulau. Ajaran Tasawuf yang dibawa para wali
diinternalisasikan dalam kegiatan perdagangan sehingga memiliki corak ekonomi
sufistik. Melalui aktivitas perdagangan dan ekonomi inilah, para wali berhasil
meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat, sehingga rakyat merasa
simpati.
Istilah
“Paroan” yang sudah melekat di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat desa
merupakan cara berbisnis/muamalah hasil adopsi dari sistem ekonomi Islam, yaitu
Mudharabah (bagi hasil). Istilah paroan ini, disinyalir hasil kreasi
para wali untuk menyebarkan ajaran Islam dibidang ekonomi. Para wali tidak
menggunakan terminologi Islam, mereka menyesuaikan dengan bahasa lokal agar
mudah dimengerti. Namun, substansi ajaran islam tidak hilang dan yang terjadi
justru sebaliknya. Masyarakat pada waktu itu menerima dan mengimplementasikan
sistem mudharabah (baca: paroan) dalam kegiatan perdagangan/bisnisnya.
Di
bidang sosial dan budaya para wali
membiarkan tradisi dan budaya masyarakat yang berkembang pada waktu itu, tapi substansi dari budaya itu
yang sebelumnya bertentangan dengan ajaran Islam. diganti dan diisi dengan
warna Islam yang kental dengan ajaran tauhid (meng-Esa kan Tuhan). Contohnya
budaya kenduri, tradisi dan budaya yang berkaitan dengan upacara kematian
dengan memberi warna melalui bacaan tahlil. Dan kemudian hari tradisi Tahlilan
menjadi Common Culture hingga saat ini.
Selain
daripada itu, di bidang politik para wali berhasil mengislamkan putra Raja
Majapahit yang terakhir (Raja Brawijaya V) yang selanjutnya mengangkatnya
menjadi Raja di Demak, Jawa Tengah dan dari Kerajaan Demak agama Islam
disebarkan tidak hanya di Pulau Jawa bahkan keseluruh Nusantara melalui
kekuatan politik.
Penulis aktif di
PMII Pelita Bangsa Cikarang dan tercatat sebagai Ketua Koperasi Mahasiswa Kampus Pelita
Bangsa Cikarang.
0 Response to "Dakwah Lewat Ekonomi"
Posting Komentar