HARI SANTRI

HARI SANTRI

Mengenal Kelakar Mahbub Djunaedi

blogger templates


Foto : Istimewa
Jum'at, 18 November 2016 | Admin
Oleh  :  Eman Sulaeman

Pria berambut Ikal ini adalah Tokoh Muda NU, pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Pendidikan PB HMI, Ketua PB PMII Pertama (1960) dan menjabat selama tiga periode, Pemred  Media Duta Masyarakat (1958), Ketua II PP GP Ansor (1964-1968), Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (1965-1970).[1]

Mengenal Mahbub Djunaedi tidaklah cukup melalui tutur sejarah layaknya  cucu yang mendengarkan dongengan nenek menjelang tidur atau saat mati lampu. Penggalian melalui kelakar kehidupannyapun perlu dilakukan, itu tak lain sebagai penambah pundi-pundi pengetahuan plus berkenaan dengan sosok Mahbub Djunaedi.

Lelaki Betawi ini, menjadi  icon dikalangan Nahdlatul Ulama dan PMII khususnya, laksana  Tugu Monas di Jakarta.  Dikalangan PMII tersendiri, ketika saya baru  MAPABA (penerimaan anggota baru, Red) di PMII  banyak orang lelaki di PMII yang berseliweran dengan memampang gambar Mahbub Djunaedi dibagian muka kaosnya dengan tulisan “Pendekar Pena”. Sontak saja rasa penasaran ini usil, memunculkan pertanyaan, terus mengitari isi kepala yang sedang dicekoki materi MAPABA. siapa sosok lelaki berkacamata dan berambut ikal yang digandrungi kalangan aktivis PMII itu?.

Dikalangan PMII sendiri dalam setiap obrolan secangkir kopi, perihal Mahbub Djunaedi adalah doktrin wajib yang terus digencarkan kepada kalangan anggota PMII yang baru, tak terkecuali saya yang waktu itu masih kebingungan dengan materi MAPABA karena tak banyak yang dapat masuk kedalam isi kepala. Hal itu bukan membuat terang, justru malah sengaja dibuat penasaran tentang sosok Mahbub. Alih-alih mendapat pencerahan, para senior dengan sangat ciamik berbalut kilah nan rasional menitahkan agar mau membaca dan berusaha keras adalah fatwa jitunya yang membuatku cuma mengangguk sambil menyeruput kopi yang mulai tinggal sedikit.

Berbekal rasa penasaran dan titah senior, buku bekenaan dengan Mahbubpun menjadi konsumsi, walaupun tak banyak buku yang didapat dari hasil meminjam, selebihnya kucari dari di pojokan Warung Internet (WARNET) lewat berbagai artikel. Dan laman tentang Mahbub Djunaedi teridentikkan dengan Santri dari Betawi, “Pendekar Pena”, Ketua PB PMII Pertama, Ketua PWI Pusat dan Toko Muda Potensial NU. Yang dominan ialah ulasan tak berkesudahan tentang karakterisik humoris Mahbub di bidang penulisan.
 “Selaku penulis saya ini generalis, bukan spesialis. Saya menulis ikhwal apa saja yang lewat di depan mata. Persis tukang loak yang menjual apa saja yang bisa dipikul”.  (Mahbub Djunaedi)

Lelaki kelahiran Jakarta, 27 Juli 1933 ini pernah mengaku, bahwa dia ingin menulis hingga tak lagi mampu menulis.  Mahbub begitu terampil menulis dengan berbagai bentuk. Mulai dari puisi, catatan jurnalistik, drama, esai, novel, cerpen dan terjemah. Ciri khas tulisannya adalah berbalut humor, kreativitas berbahasa, serta mampu menyajikan persoalan dengan sederhana, sehingga didapuk dengan gelar “PENDEKAR PENA”.

Beberapa karya yang pernah dibukukan diantaranya; novel dari Hari Ke Hari dan Angin Musim. Kumpulan esai Asal Usul, Kolom Demi Kolom, Humor Jurnalistik, Politik Tinggi Tingkat Kamus. Catatan perjalanan Pergolakan Islam di Filipina Selatan. Terjemahan Cakar-cakar Irving, Binatangisme, Di Kaki Langit Gurun Sinai, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dala Sejarah, 80 Hari Keliling Dunia.[2]

Pria yang akrab disapa “Bung Mahbub” baik oleh kolega maupun cucunya, wafat di Bandung pada 1 Oktober 1995. Beberapa hari setelah pemakaman, Pramoedya Ananta Toer menziarahi makamnya. Disitu beliau mengatakan kepada khalayak, “selama dipenjara rezim Orde Baru, Bung Mahbublah satu-satunya orang yang berani membelanya lewat tulisan”.[3]

Dalam setiap tutur pengkisahan Bung Mahbub, sebagai ketua PMII pertama (1965) dan dunia penulisanlah yang menjadi paling dominan ketimbang kiprahnya sebagai tokoh politik  salah satu partai. Apa sabab musababnya, saya sendiri masih terus mencari dan menggali, terutama perihal kenapa Bung Mahbub begitu totalitas mencurahkan aktivitas hidupnya pada dunia tulis menulis.

Perihal kiprahnya pada dunia penulisan, tak lain sebagai pengawalan terhadap gerak perjuangannya yang dilakukan Mahbub melalui PMII, NU dan Partai Politik. “Gerak dan menulis menjadi satu”. Cita-citanya adalah Indonesia yang bebas dari ketidakadilan, kebebasan pers dan menjaga pluralitas.[4]

Sepeninggalnya Bung Mahbub, telah banyak warisan-warisan berupa tulisan yang menyebar ke seantero negeri, terlebih dikalangan aktivis PMII, organisasi dimana dia pernah menjadi ketua Pengurus Besar (PB) pertamanya. Semoga saja tulisan-tulisan itu mampu menjadi sarana penambah wawasan bagi para generasi Bangsa dan amal ilmu bagi Bung Mahbub dialam kuburnya. Segala kelakarnya tentang totalitas dibidang penulisanpun mudah-mudahan mampu menjadi rujukan dalam mensuri teladani apa yang ada pada kisah hidup Bung Mahbub Djunaedi “Sang Pendekar Pena”.


***

[1] Disarikan dari https;//dariharikehari.wordpress.com
[2] Novel Mahbub Djunaedi (2014) “Dari Hari Ke Hari”. Jakarta. Surah Sastra Nusantara. h. 165.
[3] Ibid
[4] Amsar A. Dulmanan (2011) pada Diskusi  “Gerak dan Mata Pena Mahbub Djunaedi” di Ciputat- http://www.nu.or.id/post/read/33206/mengingat-sang-pendekar-pena-mahbub-djunaedi.Jum’at, (18/11/16)

0 Response to "Mengenal Kelakar Mahbub Djunaedi"

Posting Komentar